Perjalanan Hidup Pejuang Kemanusiaan, Jean Henry Dunant

(Lukisan Henry Dunant menolong korban perang di Solferino, 24 Juni 1859) Sumber: dw.com

 

Jean Henry Dunant atau lebih dikenal dengan Henry Dunant merupakan Bapak Pendiri Gerakan Palang Merah Internasional. Ia lahir di Jenewa, Swiss pada 8 Mei 1828. Dunant adalah pengusaha yang aktif di bidang kemanusiaan dan sosial di Swiss. Ia merupakan anak pertama dari Jean-Jacques Dunant yang bekerja sebagai pengusaha dan istrinya Antoinette Dunant-Colladon yang menjadi pekerja sosial. Dunant kecil tumbuh pada masa periode kebangkitan Agama Kristian. Keluarga Dunant sendiri merupakan penganut mazhab Kalvin yang religius serta mempunyai pengaruh penting di kalangan masyarakat Jenewa.

 

Dunant dibesarkan dari keluarga yang taat, berjiwa kemanusiaan serta berpikiran sipil. Kedua orangtuanya selalu mengajarkan pentingnya nilai kegiatan sosial sehingga Dunant lahir menjadi orang yang memiliki jiwa kemanusiaan tinggi. Ayah Dunant di samping bekerja sebagai pengusaha, ia aktif membantu yatim-piatu dan narapidana. Sedangkan ibunya melakukan kegiatan sosial membantu orang sakit dan masyarakat miskin. Di usia muda, Dunant pernah bergabung di sebuah organisasi Perhimpunan Amal Jenewa untuk memberikan zakat. Selain itu Ia bersama dengan teman-temannya mendirikan sebuah komunitas “Thursday Association” yang merupakan suatu perkumpulan anak muda tanpa ikatan anggota yang resmi melakukan pertemuan rutin untuk belajar Al-Kitab dan menolong masyarakat miskin. Dunant sering menghabiskan waktu senggangnya untuk mengunjungi para tahanan dan melakukan kegiatan sosial.

 

Dunant pertama kali menulis buku dengan judul Notice sur la Régence de Tunis (Kisah tentang Regensi di Tunisia) yang diterbitkan pada tahun 1858. Dalam buku pertamanya ia terinspirasi dari perjalanannya mengunjungi Aljazair, Tunisia dan Sisilia. Henry Dunant melakukan penugasan ke wilayah tersebut untuk melayani wilayah-wilayah jajahan Setif. Di sana ia mendapat pengalamannya yaitu berhasil menyelesaikan penugasan dengan sangat memuaskan.

 

Pada tahun 1858, Dunant mendirikan perusahaan di wilayah Aljazair serta mendirikan perusahaan perkebunan dan perdagangan jagung yang bernama Ociété Financière et Industrielle des Moulins des Mons-Djémila (Perusahaan Keuangan dan Industri Penggilingan Mons-Djémila). Namun, perusahaan yang didirikannya tidak berkembang dengan baik sehingga ia memutuskan meminta bantuan kepada Kaisar Napoleon III dari Prancis, Markas Napoleon bertepatan di kota kecil yang bernama Solferino.

 

Dunant melakukan perjalanan menuju Solferino. Di tengah perjalanan ia menulis buku yang berisi pujian sebagai hadiah kepada Kaisar Napoleon III. Sedangkan di Perancis sendiri sedang terjadi pertempuran dengan Austria.

 

Ia tiba di Solferino ketika petang, tepat pertempuran kedua negara itu selesai. Dunant melihat kondisi yang mengenaskan di sekitar. Tercatat ada 36.000 prajurit tergeletak dalam keadaan mengenaskan di medan tempur dan tampak tidak ada seseorang yang berupaya untuk memberikan perawatan terhadap korban perang tersebut. Melihat situasi yang mengguncangkan itu, Dunant mengurungkan niatnya mengunjungi Napoleon III dan melakukan pertolongan terhadap korban perang. Dunant mengerahkan tenaganya bersama masyarakat sipil untuk memberikan pertolongan terhadap prajurit korban. Karena persediaan alat dan obat-obatan yang terbatas, Dunant mengatur material pembelian serta mendirikan rumah sakit darurat.

 

Kisah pengalamannya di Solferino ini ia tuangkan ke dalam buku “Un Souvenir de Solferino” (Kenangan Solferino). Buku ini ia sebarkan banyak kepada tokoh politik dan militer di Eropa yang mendapat sambutan positif. Dunant melakukan perjalanannya ke Eropa mengembangkan gagasannya membentuk organisasi netral untuk merawat para korban-korban pertempuran. Gagasan tersebut merupakan cikal bakal berdirinya Palang Merah Internasional.

 

Dalam pembentukan Palang Merah Internasional terjadi perselisihan antara Dunant dan rekan komitenya, Moynier. Perselisihan itu terjadi karena perbedaan dan tidak sepahaman visi dan rencana mereka. Moynier menganggap gagasan ide yang dikemukakan Dunant sulit diterima akal. Moynier kemudian menasihati Dunant untuk tidak bersikeras memaksakan konsep tersebut. Namun, Dunant terus menganjurkan pendiriannya itu dalam setiap perjalanannya dan pertemuannya dengan pejabat-pejabat politik dan militer tingkat tinggi. Ini semakin mempersengit konflik pribadi antara Dunant dan Moynier, yang memakai pendekatan pragmatis terhadap proyek tersebut. Pada akhirnya, Moynier selalu berusaha menyerang dan menggagalkan gagasan-gagasan Dunant.

 

Karena dedikasinya yang sangat besar terhadap sosial dan kemanusiaan, perusahaan yang didirikan Dunant mengalami kemunduran. Bangkrutnya perusahaan Dunant ini mengakibatkan dampak besar terhadap keluarga dan teman-temannya. Masyarakat Jenewa dengan tradisi Kalvin yang telah mengakar menjadi gusar sehingga muncul seruan Henry Dunant untuk melepaskan diri dari Komite Palang Merah Internasional. Akhirnya pada tanggal 25 Agustus 1868, Dunant mengundurkan diri dari jabatannya sebagai Sekretaris Komite dan pada tanggal 8 September, Ia dikeluarkan sepenuhnya dari Komite Palang Merah Internasional.

 

Dunant mengalami masa-masa sulit di mana ia terlupakan oleh publik mengenai gagasan pendirian Komite Palang Merah Internasional. Pada bulan Maret 1867, ia terpaksa meninggalkan kota kelahirannya dan tidak pernah kembali. Kemudian Dunant pindah ke Paris dan hidup dalam serba kekurangan. Di Paris  ia mendirikan sebuah organisasi Allgemeine Fürsorgegesellschaft (Perhimpunan Bantuan Kemanusiaan Bersama) dan Allgemeine Allianz für Ordnung und Zivilisation (Aliansi Bersama untuk Ketertiban dan Peradaban).

 

Dalam usahanya yang tak pernah berhenti untuk mewujudkan gagasannya, Dunant semakin mengabaikan keuangan pribadinya sehingga ia terlibat hutang dan dijauhkan dari kenal-kenalannya. Pada masa ini Henry Dunant keberadaannya terabaikan oleh publik. Dunant hidup dalam kondisi yang sulit sehingga ia berpindah-pindah dari tahun 1874-1886 di Stuttgart, Roma, Korfu, Basel, dan Karlsruhe. Namun, pada tahun 1895, seorang editor kepala Die Ostschweiz dari surat kabar yang terbit di St. Gall, menulis sebuah artikel tentang berdirinya Palang Merah. Artikel tersebut disambut hangat oleh pembaca sehingga Dunant kembali mendapatkan perhatian dan dukungan dari khalayak.

 

Dunant pernah mendapatkan penghargaan Hadiah Nobel Perdamaian yang merupakan penghargaan pertama yang ia peroleh atas perannya dalam mendirikan Gerakan Palang Merah Internasional dan mengawali terbentuknya Konvensi Jenewa. Dunant juga mendapatkan penghargaan lain yaitu penghargaan  gelar doktor kehormatan dari Fakultas Kedokteran University of Heidelberg.

 

Selama sisa hidupnya, Henry Dunant tinggal di sebuah panti jompo yang dipimpin oleh  Dr. Hermann Altherr yang berada di Heiden. Di akhir hidupnya ia mengalami depresi berat dan ketakutan yang mendalam karena dikejar para kreditor dan Moynier. Bahkan Dunant pernah memaksa juru masak untuk mencicipi jatah makanannya di hadapannya karena kekhawatirannya yang besar apabila ia kemungkinan dirbacuni. Akhirnya pada tanggal 30 Oktober 1910, Dunant mengembuskan nafas terakhir dalam keadaan kesepian. Kata-kata terakhir yang Dunant ucapkan ialah “Kemana Lenyapnya Kemanusiaan?”

 

Dunant dikuburkan tanpa upacara di Kompleks  Pemakaman Sihlfeld di Zurich sesuai keinginannya. Ia mewasiatkan untuk mendonasikan sejumlah uang untuk menyediakan tempat “ranjang gratis” yang selalu disediakan bagi masyarakat miskin. Untuk mengenang jasanya di bidang sosial dan kemanusiaan, pada tanggal lahirnya 8 Mei ditetapkan sebagai Hari Palang Merah dan Bulan Sabit Merah Internasional. Panti jompo di Heiden yang dahulu sebagai tempat tinggal Dunant kini telah dijadikan sebagai Museum Henry Dunant. Di Jenewa dan sejumlah kota lain di beberapa tempat banyak dinamai dengan namanya.

 

Kisah Henry Dunant pun dimuat dalam sejumlah karya fiksi seperti Film D'homme à Hommes pada 1948, Henry Dunant: Red on the Cross pada 2006, dan drama musikal Takarazuka Revue pada 2010 di Jepang dengan judul ソルフェリーノの夜明け  (Soruferiino no Yoake) atau “Fajar di Solferino.”

 

Kontributor: Halimah Tusyadiyah

Comments

Popular Posts