Filosofi Loyal Jiwaku
Loyal Jiwaku
Loyalitas, sebuah sarana untuk dapat mengikat kesetiaan,
kepatuhan dan ketaatan. Meski memiliki arti luas, namun terkadang secara umum
loyalitas hanya dilihat dari satu perspektif saja, yakni diidentikkan dengan
pengabdian, pengorbanan, dan ketaatan seseorang pada sebuah organisasi atau
lembaga yang mempunyai visi dan orientasi untuk meraih tujuan bersama. Sehingga
dengan jiwa loyalitas yang tinggi seseorang tidak perlu mendapatkan imbalan
dalam melakukan sesuatu untuk organisasi tempat dia meletakkan loyalitasnya.
Meski di zaman sekarang sulit untuk
mencari seseorang yang benar-benar memiliki loyalitas tinggi terhadap
organisasinya.
Korps Sukarela merupakan
sebuah organisasi yang mempunyai visi dan misi mulia di bidang kemanusiaan.
Suatu hal yang sangat essensial dari korps Sukarela untuk tetap mempertahankan
eksistensinya yaitu loyalitas dan Sense of Belonging dari diri
anggotanya. Seorang anggota akan merasa loyal terhadap organisasinya, tatkala
ia memiliki kesadaran pribadi untuk memanfaatkan segala potensi yang ada dalam dirinya
demi kemajuan organisasinya. Terjadi dialog santai dengan bapak Riyanto Ismail,
salah satu dari anggota KSR Markas PMI kota Semarang saat ditemui pada kegiatan pembekalan
pelatihan tim Satgana kemaren, menuturkan bahwasanya,” Banyak dari
anggota-anggota yang hanya loyal di bibir saja, tapi bagi saya contoh anggota
yang loyal saat ini adalah mereka yang sekarang berada di sini untuk mengikuti
pembekalan dan pelatihan tim Satgana. Di sini mereka saling berbagi ilmu,
membagi waktu mereka dan keperluan lain mereka untuk kegiatan KSR,
mengesampingkan kegiatan pribadi hanya untuk PMI.”
Secara lebih real, mereka
yang selalu aktif di setiap kegiatan organisasinya, akan selalu aktif pula menjadi
creator ide-ide cemerlang. Apalah arti progam kerja yang brilliant, bila dalam
jiwa anggota kurang ada rasa loyal, semua hanya akan sia-sia belaka. Nah, bagaimana dengan anggota yang tidak
hanya ikut di satu organisasi saja? Tutur beliau,” Kalau tidak total, berarti
ia setengah-tengah. Namun tidak menutup kemungkinan pula, sebenarnya ia pun
ingin turut aktif dalam kesukarelaan organisasinya. Siapa yang sering di
organisasinya, ia lah yang tidak setengah-tengah, setengah basah ataupun
setengah kering.”
Sesibuk apapun seseorang,
bila telah terpatri dalam dirinya jiwa loyal terhadap KSR, setidaknya ia mencoba untuk senantiasa ada untuk dan
oleh KSR. Dalam hal ini pak Wo, panggilan lapangan dari Riyanto Ismail mengutarakan
bahwasanya beliau jarang , atau bahkan bisa dikatakan belum pernah mengatakan “tidak”
saat dimohon untuk menjadi pemateri di KSR PMI unit atau di PMR kota Semarang.
Hal ini beliau lakukan, karena bukti keloyalannya terhadap dunia
kepalangmerahan. “Setidaknya dua atau tiga kali dalam seminggu, sisihkan waktu
untuk PMI, tidak semua waktu dipertaruhkan untuk PMI, karena tiada apapun
diperoleh kecuali kesukarelaan dan keikhlasan. Ini semua sebagai tabungan kekal
di akherat.” Ujar beliau.
Realitinya, pelaksanaan
progam kerja sebagai bentuk implementasi dari suatu visi dan misi organisasi
sampai saat ini, masih banyak hanya untuk menggugurkan kewajiban atau beban, tidak didasari akan keikhlasan dan pemikiran
yang jernih serta inovasi-inovasi kreatif. Hal ini dikarenakan niat yang belum bulat
dalam diri anggota untuk mendedikaskan diri sepenuhnya demi kelangsungan
organisasi. Beliau yang mempunyai hobi sepak bola dan pertualangan ini
berujar,” PMI sebagai wadah menyalurkan kesukarelaan kita sebagai manusia.
Meski di KSR PMI tidak didapatkan fee, namun dari ilmu yang diperoleh
dari kepalangmerahan, kita bisa mengimplementasikan ilmu tersebut dengan
menciptakan sendiri lapangan pekerjaan untuk diri dan masyarakat sekitar.
Menumbuhkan jiwa loyal dalam
diri anggota, bukanlah perkara mudah semudah membalikkan telapak tangan. Diperlukan
seorang pemimpin yang mempunyai kharismatik dan pengaruh besar pada diri
anggota, sehingga jiwa loyal akan mulai tumbuh dengan sendirinya dari
doktrin-doktrin yang telah ditanamkan. Namun yang terpenting dari kesemuanya
adalah niat tulus dari diri anggota saat mendaftarkan dirinya pertama kali di
sebuah organisasi, tanpa didasari atas unsur paksaan dari pihak lain, bahkan
dari pihak perguruan tinggi sekalipun.
“Masuk di sebuah organisasi
apapun itu janganlah setengah-tengah,
bila itu yang kalian lakukan, kalian pun hanya akan dapat ilmu yang
setengah-tengah pula. “Loyal jiwaku” cobalah tanamkan pada diri kalian, saatnya
nanti kan kalian dapatkan semua ilmu dari organisasi tersebut, yang pastinya
takkan kalian dapatkan di pendidikan formal. Minimal 2 tahun untuk niat
ibadah,” begitu tutur beliau di penghujung wawancara kami.
Comments